Rabu, 27 November 2013

Terdampar di Semarang

Assholatu khoirum minan naum..
Suara adzan shubuh membangunkanku dari tidurku. Perlahan ku gerakkan tubuhku yang lemah ini. Sakit. Ngilu di seluruh persendian. Lalu kukedipkan mataku dan kuarahkan ke seluruh bagian ruangan ini.

Apa ini?

Tumpukan kardus yang berserakan, lemari dengan baju kotor menggantung di daun pintu, buku-buku berserakan, kasur yang berantakan, tas sekolah berserakan di lantai ruangan!

Dimana ini?

Sejenak aku terdiam, terpaku pada keadaan. Mencoba mengingat dan mencari tahu dimana aku terdampar. Kuputarkan lagi pandanganku ke seluruh penjuru ruangan ini, kutemukan ada ruang lain di sisi ruangan ini. Pintu ruang itu sedikit terbuka, dan dari sana aku bisa melihat sebuah tempat air dengan air hampir penuh tergeletak di lantai yang basah. Diatasnya sebuah handuk bermotif garis-garis warna orange dan putih tergantung di tali.

Siapa ini?

Seorang wanita dengan tubuh lebih besar dariku masih terlelap disampingku sambil memeluk laptopnya. Dia terlelap tanpa sebuah senyum pun tersungging di bibirnya. Buku-buku juga berserakan disampingnya. Dari guratan wajahnya terlihat bahwa dia sangat lelah dan tidak sengaja tertidur ketika mengerjakan sesuatu di laptopnya.

Bukankah semalam aku sedang merebahkan tubuhku di kamar berdinding kuning dengan kasur kecil berwarna merah kesayanganku? Disamping kasur harusnya ada sebuah meja belajar yang penuh peralatan belajarku. Lalu dimana peri kecilku? Seorang anak perempuan berumur 12 tahun yang selama 6 tahun ini menemani di setiap malamku. Biasanya dia terlelap disamping atasku sambil memeluk boneka Mashimaro warna putih kesayangannya yang dia dapatkan sebagai hadiah ulang tahun ke-8. Dimana dia? Dimana aku? Perlahan, memory otakku mulai kembali. Lalu sebuah jawaban muncul begitu saja.

Ah, ya.. ini kamar kost ku.

Empat jam yang lalu aku sedang merebahkan tubuhku di kasur besar nan empuk ini, dan setelah itu aku tak tau apa-apa ~ hilang kesadaran.
Kamar yang seperti kapal pecah karena pemiliknya kurang mempedulikan nilai estetika dari sebuah kamar, yang pemiliknya selalu sibuk dengan urusan kampus yang tiada hentinya ini ternyata kamarku.
Dan dia, dia yang tertidur disampingku adalah teman kost ku. Teman yang sama-sama berjuang di kota besar ini demi cita-cita yang dibawa dari kampung halaman. Teman seperjuangan yang sama-sama sedang berlatih hidup mandiri jauh dari orang tua, yang juga sering merasakan rasa sakitnya homesick.

Bagaimana bisa aku lupa semua ini?
Mungkin akibat dari demam semalam. Tubuhku menggigil dan serasa semua sarafku membeku. Tapi apapun itu, setidaknya sekarang aku telah tersadar. Sadar bahwa sekarang aku telah terdampar di negeri entah berantah yang orang sebut kota Semarang. Negeri yang tak pernah ada dalam bayanganku sebelumnya. Negeri yang keras, yang penuh dengan persaingan meski dalam balutan kekeluargaan.

Tak ada lagi suara-suara bising dari adik-adikku yang berkejaran, berganti dengan suara bising kendaraan bermotor di jalan. Tak ada lagi masakan lezat dari ibuku yang dulu sering aku kritik dan kuacuhkan karena terlalu bosan dengan menu yang itu-itu saja, berganti dengan makanan warteg yang menunya jauh tidak menarik dan harus tetap aku makan karena itu satu-satunya makananku disini. Tak ada lagi omelan dan nasihat dari ayah ibu, berganti dengan sikap cuek dan tidak peduli dari orang disini. Tak ada lagi makanan di kulkas yang dulunya selalu ada saat aku butuh, berganti dengan sayur basi sisa makan tadi pagi. Tak ada lagi acara nonton kartun bersama adik-adikku di hari minggu, berganti dengan acara mengerjakan makalah tiap hari minggu. Tak ada lagi jalan sore ke sawah dengan adikku dan menikmati indahnya matahari terbenam, berganti dengan pemandangan sempit nan sumpek dari gedung-gedung mewah milik penduduk disini.

Ya, inilah hidupku sekarang. Dibalik semua itu aku punya amanah yang harus aku pertanggungjawabkan kepada orang tuaku, keluargaku. Sepahit apapun penderitaanku disini, aku yakin ada hikmah tersembunyi dibalik ini. Aku bisa belajar mensyukuri apa yang telah Alloh beri kepadaku. Semua yang pernah aku nikmati, aku rasakan, dan aku dapatkan ternyata sudah lebih dari cukup. Selama ini mungkin aku sering mengabaikan dan mengacuhkan tiap kesempatan yang Alloh berikan. Sering merasa kurang dan tidak cukup. Tapi dari sini aku sadar betapa luas anugerah yang telah Alloh beri kepadaku. Terimakasih ya Alloh . . . ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar