Minggu, 23 Februari 2014

Makalah Permasalahan DPT pada Pemilu 2014



MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
PERMASALAHAN DPT PADA PEMILU 2014
                                                                                




Disusun oleh
                                                Nama   : Tuti Yuniatun
                                                NIM    : 25010113120033
                                                Kelas   : A

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang Masalah
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilihan umum. Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu 2004, pada 2007, berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilihan umum. Ditengah masyarakat, istilah ”pemilu” lebih sering merujuk kepada rezim pemilu legislatif dan pemilu presiden yang diadakan lima tahun sekali.
Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah pengejawantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan.
Salah satu unsur yang paling vital dalam pemilu adalah suara rakyat. Suatu pemilu tidak bisa dikatakan berhasil jika rakyat sebagai unsur pokok negara tidak menyalurkan aspirasinya dengan memilih calon legislatif dan  pemimpin yang akan memimpin dirinya. Dalam sistem pemilu kita, seseorang bisa memilih jika sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun yang terjadi akhir-akhir ini adalah permasalahan DPT yang karut marut, banyak warga yang sudah berhak memilih tapi tidak tercantum dalam DPT, sedangkan warga yang sudah meninggal atau berada di luar daerah pemilihan justru terdaftar sebagai DPT. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran warga dan partai politik akan terjadinya penggelembungan suara oleh pihak-pihak tertentu.
1.2.       Rumusan Masalah
a.       Apakah pengertian pemilu?
b.      Apa sajakah dasar hukum pemilu?
c.       Apa itu pemilu 2014?
d.      Apa itu DPT?
e.       Bagaimanakah permasalahan DPT?


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pemilu
Menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presidenwakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorikapublic relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

Azas pemilu.
Pemilu diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Jadi berdasarkan Undang-undang tersebut Pemilu menggunakan azas sebagai berikut :
1.    Jujur                 : Penyelenggara atau pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.    Adil                 : Berarti dalam penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
3.    Langsung         : Yaitu rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
4.    Umum             : Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam Pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih.
5.    Bebas               : Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
6.    Rahasia            : Yang berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Azas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara yang secara suka rela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun.
2.2. Dasar Hukum Pemilu
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia didasarkan pada landasan berikut :
a.         Landasan Ideal, yaitu Pancasila terutama sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
b.         Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945 yang termuat di dalam :
·      Pembukaan alinea keempat.
·      Batang tubuh pasal 1 ayat 2.
·      Penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara.
c.         Landasan Operasional, yaitu GBHN yang berupa ketetapan-ketetapan MPR serta peraturan perundang-undangan lainnya.
Beberapa peraturan perundang-undangan tentang pemilu :
d)   Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemmilihan umum Presiden dan Wakil Presiden.
2.3. Pemilu 2014
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia berikutnya akan diselenggarakan pada tahun 2014. Ini akan menjadi pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia, dan bagi presiden yang terpilih akan mempunyai jabatan tersebut pada jangka waktu sampai lima tahun. Kewajiban Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara konstitusional dilarang ikut untuk ketiga kalinya dalam pemilu.
Indonesia akan memakai e-voting dengan harapan menerapkan sebuah sistem baru dalam pemilihan umum. Keutamaan dari penggunaan sistem e-voting adalah Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang diharapkan akan segera disiapkan pada tahun 2012 secara nasional dan telah dicoba di enam kabupaten / kota yakni Padang (Sumatera Barat), Denpasar (Bali), Jembrana (Bali), Yogyakarta, Cilegon (Banten) dan Makassar (Sulawesi Selatan).
Pemilu 2014 akan dilaksanakan dua kali yaitu Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2014 yang akan memilih para anggota dewan legislatif dan  Pemilu Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden.
2.4. Pengertian DPT
Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah data kependudukan milik pemerintah dan pemerintah daerah yang telah dimutakhirkan oleh KPU untuk keperluan pemilu. DPT ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. Data kependudukan sendiri terdiri dari data penduduk dan data penduduk potensial Pemilih Pemilu (DP4). Jadi, dalam menetapkan DPT KPU menggunakan data kependudukan yang diberikan pemerintah dan pemerintah daerah melalui Dinas Kependudukan.
2.5. Permasalahan DPT
Masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) menjadi salah satu permasalahan klasik yang mewarnai pemilihan umum kepala daerah dan Pilpres. Menjelang 2014, permasalahan ini kembali mencuat ke masyarakat. Pasalnya jumlah calon pemilih Pemilu 2014 yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak sesuai dengan temuan beberapa partai politik. Jumlah yang diumumkan oleh KPU adalah sekitar 186 juta dan masih ada 10,4 juta DPT bermasalah. KPU kemudian memverifikasi lagi bahwa sekitar 3,2 juta nama pemilih tidak bermasalah. Sedangkan PDI Perjuangan mengklaim menemukan sebanyak 10,8 juta daftar pemilih tetap bermasalah.
A.       Keakuratan DPT
Penetapan daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilu merupakan salah satu tahapan yang paling krusial dalam menjamin terlaksananya pemilu yang berkualitas, demokratis, serta jujur dan adil.
Akurasi data pemilih merupakan prasyarat mutlak yang harus dipenuhi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melaksanakan demokrasi elektoral. Akurasi daftar pemilih akan menentukan legitimasi dari Pemilu 2014. Disana terdapat hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh undang-undang untuk ikut memilih dan dipilih (rights to vote and rights to be candidate).
Kisruh tentang DPT bukan merupakan hal baru dalam pemilu di Indonesia. Sejak pemilu tahun 1999 sampai 2009, DPT memang selalu menjadi catatan tersendiri. Tahun 2004 menurut survei Jaringan Universitas dan Lembaga Swadaya Masyarakat tercatat sebanyak 9% pemilih tidak terdaftar. Sedangkan tahun 2009 merupakan pemilu dengan DPT paling amburadul, jutaan warga tidak dapat memilih karena tidak terdaftar dalam DPT.
Pada pemilu tahun 2014 ini, KPU menyebutkan bahwa rekapitulasi DPT 33 Provinsi menghasilkan 545.362 TPS, serta dari 80.801 desa / kelurahan, 496 kabupaten / kota, total pemilih dalam DPT berjumlah 186,8 juta orang. Sedangkan daftar pemilih versi DP4 Kemendagri berjumlah 190 juta orang. Terdapat selisih sekitar 4 juta daftar pemilih antara data KPU dan Kemendagri.
Data DPT yang disajikan oleh KPU ternyata masih belum valid, karena berdasarkan hasil temuan Bawaslu masih ada data yang perlu diperbaiki. Temuan Bawaslu diantaranya mengenai belum sinkronnya data yang ada pada Sistem Pemutakhiran Data Pemilih (Sidalih) dengan data yang ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. Misalnya saja Sumatera Utara, berdasarkan hasil Pleno KPU Provinsi menyatakan pemilih berjumlah 9.840.562 orang. Namun, data yang terdaftar di Sidalih terdapat 9.803.082 orang. Masalah ini tidak hanya di Sumatera Utara, tapi hampir di seluruh Indonesia.
Meskipun KPU menyatakan data yang valid adalah data yang terdapat dalam Sidalih, akan tetapi secara legal formal, yang harus dijadikan dasar penetapan DPT nasional adalah data yang ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. Disamping data yang belum sinkron, Bawaslu juga masih menemukan sekitar 11.000 data pemilih yang bermasalah, diantaranya karena NIK ganda, NIK kosong, status perkawinan tidak terisi bahkan hingga pemilih fiktif.
Persoalan krusial dari tahapan pemilu–berkaca dari pemilihan sebelumnya–selalu berkutat pada masalah daftar pemilih. Seharusnya semua pihak, baik KPU, pemerintah, maupun DPR, atau partai-partai peserta pemilu, memberi perhatian serius kepada akurasi daftar pemilu. Akurasi daftar pemilih harus betul-betul terjamin
B.       Penundaan Pengesahan DPT
Penetapan DPT secara nasional yang sedianya dilaksanakan pada 23 Oktober lalu, tetapi dalam rapat pleno Rabu (23/10), KPU memutuskan untuk menunda penetapan hingga 4 November 2013. Selain karena desakan Komisi II DPR dan partai politik yang menolak DPT ditetapkan kala itu, KPU mengambil keputusan itu karena adanya rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagaimana tertuang dalam Surat Bawaslu Nomor 762/Bawaslu/X/2013. Pada lampiran surat tersebut, Bawaslu menyebut masih terdapat 10,8 juta data yang masih bermasalah. Selain itu juga memang masih ada perbedaan data antara data di DPT dan data di Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih).
Anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiansyah, menjamin penundaan pengesahan DPT tidak mengganggu tahapan pemilu karena DPT hanya terkait dengan pengadaan logistik pemilu.
Selain itu, Ramlan juga mengatakan keterlambatan penetapan DPT itu tidak masalah bila ditujukan untuk menjamin akurasi daftar pemilih dan tidak berdampak pada penyelenggaraan pemilu secara keseluruhan.
Memang, molornya penetapan DPT itu bisa saja berdampak pada terlambatnya proses pengadaan dan distribusi logistik, misalnya surat suara. Tetapi, bila molornya penetapan DPT itu demi menjamin akurasi daftar pemilih, keterlambatan logistik bisa ditoleransi.
Dari sudut pandang berbeda, penundaan tahapan pemilu, dalam hal ini pengesahan DPT dan seringnya putusan KPU dianulir, baik oleh Bawaslu maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, berpotensi memengaruhi kredibilitas penyelenggara pemilu. Makin kerap KPU menunda atau menggeser tahapan pemilu pasti memengaruhi persepsi publik tentang kemandirian KPU itu sendiri.
Kesemrawutan DPT sebenarnya adalah masalah laten bangsa ini. Meski setelah Orde Baru berakhir kita sudah menggelar tiga kali pemilu, penyakit laten DPT ini tetap menjadi soal dan terus saja dipersoalkan.
C.       DPT dan Partisipasi Politik
KPU telah bergerak selangkah menuju Pemilu 9 April 2014. Dari data KPU, jumlah pemilih Pemilu 2014 bertambah. Dibandingkan dengan Pemilu Legislatif 2009 terdapat lonjakan jumlah pemilih terdaftar sekitar 10%, yaitu dari 171.068.667 menjadi 188.622.535 pada tahun 2014 nanti. Jumlah pemilih dari tiap pemilu menunjukkan tren meningkat. Hal itu wajar karena jumlah penduduk bertambah.
Namun, sayangnya tren kenaikan jumlah pemilih tidak sebanding dengan partisipasi politik pemilih. Partisipasi politik justru menurun sejak Pemilu Legislatif 2009. Tingkat partisipasi politik mencapai 92,74% pada pemilu 1999 dan pada Pemilu Legislatif 2009 berada di angka 70,96%. Ada penurunan tingkat partisipasi politik 20%.
Pemilu 1999 menjadi klimaks dari partisipasi politik masyarakat. Euforia politik terjadi seiring dengan berakhirnya Orde Baru. Namun, seiring dengan kian seringnya pemilu digelar, baik di tingkat nasional (presiden, DPR, dan DPD) maupun di tingkat daerah (gubernur dan wali kota), terasa ada kejenuhan politik. Bagi sebagian anak muda, politik menjadi tidak menarik. Demokrasi hanya menghasilkan anggota legislatif dan pemimpin. Namun, demokrasi belum menghadirkan kesejahteraan rakyat.
Pada situasi psikologis-politis seperti ini pemilu 9 April dilangsungkan. Kita mendorong KPU membersihkan daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah. Bermasalah dalam arti DPT tidak terdapat nomor induk kependudukan (NIK) yang tidak standar. Padahal kehadiran KTP elektronik dengan satu nomor identitas seharusnya bisa mencegah manipulasi data diri.
Semangat rakyat Indonesia untuk berpartisipasi dalam dunia politik harus digairahkan pada Pemilu 2014 nanti. Di Indonesia, memilih adalah hak bukan kewajiban. KPU dan partai politik harus ikut mendorong pemilih apatis menjadi pemilih partisipatif dengan menghadirkan caleg dan pemimpin yang memberikan harapan baru, bukan sekedar janji-janji manis belaka.
D.       Potensi Golput
Permasalahan DPT akan berdampak pada meningkatnya masyarakat Golongan Putih (Golput). Sikap masyarakat yang seperti itu wajar saja terjadi mengingat semrawutnya DPT yang tak kunjung terselesaikan. Sikap apatis masyarakat itulah yang pada akhirnya membuat pemilu terancam gagal.  Sebab, ketika apatisme masyarakat semakin tinggi dan luas terhadap pelaksanaan pemilu mengingat DPT-nya yang bermasalah, dengan sendirinya angka golput akan tinggi pula. Apa yang diharapkan dari pemilu yang DPT-nya belum jelas.
Jika kondisi itu tidak disikapi secara serius dan diimbangi dengan pembenahan, bukan tidak mungkin potensi golput pada pemilu nanti akan meningkat drastis. Berkaca dari pelaksanaan pemilu, terjadi peningkatan angka golput selama dua pemilu terakhir. Angka golput Pemilu 2004 mencapai 23,34% dari total pemilih dan meningkat pada Pemilu 2009 menjadi 39,1%. Kekhawatiran mengenai rendahnya partisipasi masyarakat pada Pemilu 2014 dilontarkan juga oleh Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin. Menurut dia, parpol, pers, dan masyarakat sipil harus terus melakukan pendidikan politik ke publik bahwa golput itu tak menyelesaikan masalah.
Meski masyarakat apatis terhadap perilaku politisi dan parpol, golput bukan solusi. Masyarakat harus tetap didorong agar berkontribusi bagi perubahan ke arah yang lebih baik. Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengatakan, masyarakat apolitis bisa menyebabkan parpol jadi tak aspiratif. Pada akhirnya hal itu akan membuat politisi jadi teralienasi dan hanya asyik dengan diri sendiri. “Jika itu yang terjadi, negara dan bangsa amat dirugikan”
Jika penyelenggaraan pemilu dianggap baik, masyarakat akan menyalurkan haknya dengan baik pula. Mengenai rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol dan politisi, Arif mengaku hal itu tidak bisa dimungkiri. Tapi, dia masih merasakan betul bahwa secara nyata masyarakat di dapilnya masih menaruh harapan dan kepercayaan besar terhadap parpol dan anggota legislatif.

Ada berbagai faktor yang berdampak munculnya DPT bermasalah. Karenanya, masalah ini memang tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada KPU. Pengawasan terhadap pemilu merupakan kewajiban dan kewenangan seluruh pemangku kepentingan, termasuk parpol. Kisruh soal jumlah DPT ini sekaligus menjadi sinyalemen bahwa parpol ikut terlibat untuk menjamin hak politik masyarakat.



BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berbagai masalah dalam penetapan daftar pemilih tetap (DPT) haruslah disikapi dengan arif dan bijaksana, tidak selalu mengkambing hitamkan KPU. Masalah DPT harus diselesaikan dengan bantuan semua pihak, baik pemerintah, DPR, maupun partai politik.
Masalah DPT ini juga harus segera diselesaikan dengan tuntas agar tidak ada hak pilih rakyat yang hilang. Memilih dan dipilih adalah hak seluruh rakyat Indonesia.
3.2. Saran
KPU dan semua elemen yang bertanggungjawab terhadap pemilu harus segera menyelesaikan permasalahan DPT. Jangan sampai ada rakyat yang tidak bisa memberikan suaranya hanya karena namanya tidak tercantum dalam DPT.
Masyarakat juga jangan selalu menyalahkan KPU karena untuk mengurus DPT seluruh Indonesia bukanlah hal yang mudah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar